(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, sesuai dengan kewenangannya Hakim Pemeriksa Pendahuluan atau hakim pengadilan negeri dapat menangguhkan penahanan dengan jaminan uang dan/atau orang.
(2) Hakim Pemeriksa Pendahuluan, atau hakim, sewaktu-waktu atas permintaan penuntut umum, dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat penangguhan penahanan yang ditentukan.
(3) Terhadap penangguhan penahanan oleh hakim pengadilan negeri pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan, penuntut umum dapat mengajukan keberatan perlawanan kepada Ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
(4) Dalam hal penuntut umum mengajukan keberatan perlawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdakwa tetap dalam tahanan sampai dengan diterimanya penetapan Ketua pengadilan negeri.
(5) Apabila Ketua pengadilan negeri menerima perlawanan penuntut umum, maka dalam waktu 1 (satu) hari terhitung sesudah penetapan Ketua pengadilan negeri, hakim pengadilan negeri wajib mengeluarkan surat perintah penahanan kembali.
(6) Masa antara penangguhan penahanan dan penahanan kembali tidak dihitung sebagai masa penahanan.
(7) Apabila pada masa penahanan tersangka atau terdakwa karena sakit dirawat di rumah sakit pada tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau persidangan dilakukan pembantaran, maka masa penahanannya tidak dihitung.
(8) Selama pembataran tersangka atau terdakwa dalam pengawasan Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, tata cara, dan pengawasan penangguhan penahanan dan pembantaran tersangka atau terdakwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.