Category Archives: BAB II PENYIDIK DAN PENYIDIKAN

Pasal 6

Penyidik adalah:

a. pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan; dan

c. pejabat suatu lembaga yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan.

Pasal 7

(1)  Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a mempunyai tugas dan wewenang:

 a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa surat atau tanda pengenal diri yang bersangkutan;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan penyadapan;

e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. memanggil orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau diminta keterangan sebagai saksi;

g. mendengarkan keterangan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. melakukan penghentian penyidikan;

i. melakukan pengamatan secara diam-diam terhadap suatu tindak pidana; dan

j. melakukan tindakan lain sesuai dengan ketentuan peraturan

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dan huruf c karena kewajibannya mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berkoordinasi dengan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dan huruf c dalam melaksanakan upaya paksa dapat meminta bantuan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi dan permintaan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Penyidik yang mengetahui, menerima laporan, atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana dalam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak mengetahui, menerima laporan, atau pengaduan tersebut wajib melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat memanggil atau mendatangi seseorang untuk memperoleh keterangan tanpa sebelumnya memberi status orang tersebut sebagai tersangka atau saksi.

Pasal 12

(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik baik secara lisan maupun secara tertulis.

(2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum, jiwa, atau hak milik, wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyidik.

(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya, yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa tindak pidana, wajib melaporkan peristiwa tersebut kepada penyidik dalam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak mengetahui terjadinya peristiwa tersebut.

(4) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis kepada penyidik harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.

(5) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.

(6) Dalam hal pelapor atau pengadu tidak bisa baca tulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau pengaduan tersebut.

(7) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.

(8) Dalam hal penyidik tidak menanggapi laporan atau pengaduan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, maka pelapor atau pengadu dapat mengajukan laporan atau pengaduan itu kepada penuntut umum setempat.

(9) Penuntut umum wajib mempelajari laporan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan jika cukup alasan dan bukti permulaan adanya tindak pidana, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari Penuntut Umum wajib meminta kepada penyidik untuk melakukan penyidikan dan menunjukkan tindak pidana apa yang dapat disangkakan dan pasal tertentu dalam undang-undang.

(10) Jika penuntut umum berpendapat tidak ada alasan atau perbuatan yang dilaporkan atau diadukan bukan tindak pidana, maka penuntut umum dapat memberi saran kepada pelapor atau pengadu untuk menempuh jalur hukum lain.

(11) Jika penyidik dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima permintaan untuk mulai melakukan penyidikan dari penuntut umum sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak melakukan penyidikan, maka pelapor atau pengadu dapat memohon kepada penuntut umum untuk melakukan pemeriksaan dan penuntutan.

(12) Turunan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) penuntut umum wajib menyampaikan kepada penyidik.

Pasal 13

(1) Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan dan menemukan suatu peristiwa yang diduga keras merupakan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penyidik memberitahukan tentang dimulainya penyidikan tersebut kepada penuntut umum dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari.

(2) Dalam melaksanakan penyidikan, penyidik berkoordinasi, berkonsultasi, dan meminta petunjuk kepada penuntut umum agar kelengkapan berkas perkara dapat segera dipenuhi baik formil maupun materiel.

Pasal 14

(1) Penyidik berwenang menghentikan penyidikan karena:

a. ne bis in idem;

b. apabila tersangka meninggal dunia;

c. sudah lewat waktu;

d. tidak ada pengaduan pada tindak pidana aduan;

e. undang-undang atau pasal yang menjadi dasar tuntutan sudah dicabut atau dinyatakan tidak mempunyai daya laku berdasarkan putusan pengadilan; atau

f. bukan tindak pidana, atau terdakwa masih di bawah umur 8 (delapan) tahun pada waktu melakukan tindak pidana.

(2) Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan, penyidik wajib memberitahukan kepada penuntut umum, korban dan/atau tersangka paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal penghentian penyidikan.

Pasal 15

(1) Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan oleh penyidik dikonsultasikan kepada penuntut umum kemudian dilakukan pemberkasan perkara.

(2) Setelah berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap oleh penuntut umum, penyidik menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan rangkap 2 (dua) beserta tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

(3) Penyidik atas permintaan penuntut umum dapat melaksanakan tindakan hukum tertentu untuk memperlancar pelaksanaan sidang di pengadilan atau melaksanakan penetapan hakim.