(1) Hakim Pemeriksa Pendahuluan berwenang menetapkan atau memutuskan :
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, atau penyadapan;
b. pembatalan atau penangguhan penahanan;
c. bahwa keterangan yang dibuat oleh tersangka atau terdakwa dengan melanggar hak untuk tidak memberatkan diri sendiri;
d. alat bukti atau pernyataan yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat dijadikan alat bukti
e. ganti kerugian dan/atau rehabilitasi untuk seseorang yang ditangkap atau ditahan secara tidak sah atau ganti kerugian untuk setiap hak milik yang disita secara tidak sah;
f. tersangka atau terdakwa berhak untuk atau diharuskan untuk didampingi oleh pengacara;
g. bahwa penyidikan atau penuntutan telah dilakukan untuk tujuan yang tidak sah;
h. penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak berdasarkan asas oportunitas;
i. layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan.
j. pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama tahap penyidikan.
(2) Permohonan mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh tersangka atau penasihat hukumnya atau oleh penuntut umum, kecuali ketentuan pada ayat (1) huruf i hanya dapat diajukan oleh penuntut umum.
(3) Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat memutuskan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas inisiatifnya sendiri, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i.