Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penangkapan.
Category Archives: BAB IV PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN PENYITAAN, PENYADAPAN, DAN PEMERIKSAAN SURAT
Pasal 55
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal 56
(1) Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas kepada tersangka.
(2) Selain memperlihatkan surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka yang mencantumkan:
a. identitas tersangka;
b. alasan penangkapan;
c. uraian singkat perkara tindak pidana yang dipersangkakan;
dan
d. tempat tersangka diperiksa.
(3) Apabila tersangka tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa surat perintah penangkapan.
(4) Dalam waktu paling lama 1 (satu) hari tehitung sejak penangkapan, tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berikut barang bukti harus diserahkan kepada penyidik.
(5) Dalam waktu paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak penangkapan, penyidik harus memberikan tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada keluarga tersangka atau walinya atau orang yang ditunjuk oleh tersangka.
Pasal 57
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, dilakukan untuk paling lama 1 (satu) hari.
(2) Tersangka tindak pidana yang diancam dengan pidana denda tidak dikenakan penangkapan, kecuali tersangka telah dipanggil secara sah 2 (dua) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.
Pasal 58
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan pada tahap penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka.
(2) Jika jaksa yang melakukan penahanan dalam tahap penyidikan tindak pidana tertentu, persetujuan penahanan yang melebihi 5 x 24 (lima kali dua puluh empat) jam diberikan oleh:
a. kepala kejaksaan negeri dalam hal penahanan dilakukan oleh kejaksaan negeri;
b. kepala kejaksaan tinggi dalam hal penahanan dilakukan oleh kejaksaan tinggi; atau
c. Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung dalam hal penahanan dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan pada tahap penyidikan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan atas permintaan penyidik melalui penuntut umum berwenang memberikan persetujuan perpanjangan penahanan terhadap tersangka.
(4) Untuk kepentingan pada tahap penuntutan, hakim pengadilan negeri atas permintaan penuntut umum berwenang memberikan persetujuan penahanan terhadap terdakwa.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim yang menangani perkara tersebut berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa.
Pasal 59
(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 hanya dapat dilakukan berdasarkan surat perintah penahanan atau penetapan hakim terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana atau melakukan percobaan atau pemberian bantuan terhadap tindak pidana yang:
a. diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 284, Pasal 296, Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(2) Terhadap tersangka atau terdakwa yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, dapat dilakukan penahanan meskipun tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Surat perintah penahanan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan :
a. identitas tersangka atau terdakwa;
b. alasan penahanan;
c. uraian singkat perkara tindak pidana yang dipersangkakan
atau didakwakan; dan
d. tempat tersangka atau terdakwa ditahan.
(4) Dalam waktu paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak penahanan, tembusan surat perintah penahanan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberikan kepada :
a. keluarga atau wali tersangka atau terdakwa;
b. lurah atau kepala desa atau nama lainnya tempat tersangka atau terdakwa ditangkap;
c. orang yang ditunjuk oleh tersangka atau terdakwa; dan/atau
d. komandan kesatuan tersangka atau terdakwa, dalam hal tersangka atau terdakwa yang ditahan adalah anggota Tentara Nasional Indonesia karena melakukan tindak pidana umum.
(5) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan :
a. melarikan diri;
b. merusak dan menghilangkan alat bukti dan/atau barang bukti;
c. mempengaruhi saksi;
d. melakukan ulang tindak pidana;
e. terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan tersangka atau terdakwa.
Pasal 60
(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk waktu paling lama 5 (lima) hari oleh penyidik.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 5 (lima) hari oleh Penuntut Umum.
(3) Dalam jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penahanan secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan dengan tembusan pada Penuntut Umum.
(4) Setelah menerima surat dari Penyidik, Hakim Pemeriksa Pendahuluan wajib memberitahu dan menjelaskan kepada tersangka melalui surat atau dengan cara mendatangi secara langsung mengenai:
a. tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka;
b. hak-hak tersangka; dan
c. perpanjangan penahanan.
(5) Hakim Pemeriksa Pendahuluan menentukan perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c diperlukan atau tidak.
(6) Dalam hal Hakim pemeriksaan pendahuluan berpendapat perlu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, perpanjangan penahanan diberikan untuk waktu paling lama 20 (dua puluh) hari.
(7) Dalam hal Hakim Pemeriksa Pendahuluan melakukan perpanjangan penahanan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan memberitahukannya kepada tersangka.
(8) Dalam hal masih diperlukan waktu penahanan untuk kepentingan:
a. penyidikan, hakim pengadilan negeri berwenang melakukan
penahanan atas permintaan penyidik yang ditembuskan kepada penuntut umum, untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; dan
b. penuntutan, hakim pengadilan negeri berwenang melakukan penahanan atas permintaan penuntut umum, untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(9) Waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) atas permintaan penuntut umum dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dalam hal masih diperlukan dapat diberikan perpanjang lagi untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(10) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terlampaui, penyidik dan/atau penuntut umum harus mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menghadapkan tersangka kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 61
(1) Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (5), berwenang mengeluarkan penetapan penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(2) Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Perpanjangan jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali lagi oleh ketua pengadilan negeri untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi, terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
(5) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terlampaui, walaupun perkara belum diputus, hakim harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan demi hukum.
Pasal 62
(1) Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara guna kepentingan pemeriksaan perkara banding berwenang mengeluarkan penetapan penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(2) Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi, terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, walaupun perkara belum diputus, hakim harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan demi hukum.
Pasal 63
(1) Hakim Agung yang mengadili perkara guna kepentingan pemeriksaan perkara kasasi berwenang mengeluarkan penetapan penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(2) Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama 60 (enam puluh) hari.
(3) Apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi, terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, walaupun perkara belum diputus, hakim harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan demi hukum.