Category Archives: Bagian Kedua Pemeriksaan Tingkat Kasasi

Pasal 241

(1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada
terdakwa.

(2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.

(3) Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Pasal 242

(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.

(2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi, maka hak untuk mengajukan gugur.

(3) Dalam hal lewatnya waktu dan keterlambatan waktu mengajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal tersebut serta melekatkannya pada berkas perkara.

Pasal 243

(1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara tersebut tidak dapat diajukan lagi.

(2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak perlu dikirimkan.

(3) Apabila perkara telah mulai diperiksa dan belum diputus, akan tetapi pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya.

(4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali.

Pasal 244

(1) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasi dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permohonan kepada panitera dan panitera setelah menerima pengajuan tersebut memberikan surat tanda terima.

(2) Dalam hal terdakwa pemohon kasasi kurang memahami hukum, maka panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan pengajuan permohonan tersebut dan panitera membuatkan memori kasasinya.

(3) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1).

(4) Dalam hal pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi sebagaimana ditentukan pada ayat (1), maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (3) berlaku juga untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6) Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain tersebut berhak mengajukan kontra memori kasasi.

(7) Dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi.

Pasal 245

(1) Dalam hal salah satu pihak berpendapat masih ada sesuatu yang perlu ditambahkan dalam memori kasasi atau kontra memori kasasi, pihak yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk mengajukan tambahan tersebut dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 ayat (1).

(2) Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada panitera pengadilan.

(3) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan kasasi tersebut selengkapnya oleh panitera pengadilan segera disampaikan kepada Mahkamah Agung.

Pasal 246

(1) Setelah panitera pengadilan negeri menerima memori kasasi dan/atau kontra memori kasasi, panitera dalam waktu paling lama 1 (satu) hari wajib mengirim berkas perkara kepada Mahkamah Agung.

(2) Setelah panitera Mahkamah Agung menerima berkas perkara tersebut, seketika panitera mencatat dalam buku agenda surat, buku register perkara, dan pada kartu petunjuk.

(3) Buku register perkara tersebut wajib dikerjakan secara ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja yang harus diketahui dan ditandatangani oleh ketua Mahkamah Agung.

(4) Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, maka penandatanganan dilakukan oleh wakil ketua Mahkamah Agung.

(5) Jika wakil ketua Mahkamah Agung berhalangan, maka dengan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung ditunjuk salah satu hakim anggotanya.

(6) Selanjutnya panitera Mahkamah Agung mengeluarkan surat bukti penerimaan yang aslinya dikirimkan kepada panitera pengadilan negeri yang bersangkutan, sedangkan kepada para pihak dikirimkan tembusannya.

Pasal 247

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 berlaku juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi.

(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1) berlaku juga antara hakim dan/atau panitera tingkat kasasi dengan hakim dan/atau panitera tingkat banding serta tingkat pertama yang telah mengadili perkara yang sama.

(3) Jika seorang hakim yang mengadili perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding, kemudian telah menjadi hakim atau panitera pada Mahkamah Agung, maka yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai hakim atau panitera untuk perkara yang sama dalam tingkat kasasi.

Pasal 248

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi.

(2) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dalam tingkat kasasi:
a. Ketua Mahkamah Agung karena jabatannya bertindak sebagai pejabat yang berwenang menetapkan;
b. dalam hal menyangkut Ketua Mahkamah Agung sendiri, yang berwenang menetapkannya adalah suatu panitia yang terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh dan antar hakim anggota.

Pasal 249

(1) Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permohonan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 dan Pasal 255 guna menentukan:
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan selain Mahkamah Agung, yang terdiri dari Berita Acara pemeriksaan dari penyidikan Berita Acara pemeriksaan di sidang, semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara tersebut, beserta putusan pengadilan tingkat pertama dan/atau tingkat terakhir.

(3) Jika dipandang perlu, untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk mendengar keterangan mereka dengan cara pemanggilan yang sama.

(4) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung, sejak diajukannya permohonan kasasi.

(5) Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Agung wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa.

(6) Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak penetapan penahanan, Mahkamah Agung wajib memeriksa perkara tersebut.