Category Archives: Bagian Kedua Memutus Sengketa mengenai Wewenang Mengadili

Pasal 138

(1) Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat bahwa perkara pidana tersebut tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ketua pengadilan negeri menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasan pelimpahan perkara.

(2) Surat pelimpahan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kembali kepada penuntut umum, selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penetapan.

(3) Turunan (salinan) surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada terdakwa, penasihat hukum, dan penyidik.

Pasal 139

(1) Dalam hal penuntut umum melakukan perlawanan terhadap surat penetapan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada Pasal 138 ayat (1) maka penuntut umum mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang wilayah hukumnya meliputi tempat pengadilan negeri yang bersangkutan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan tersebut diterima.

(2) Perlawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) dan hal tersebut dicatat dalam buku daftar panitera.

(3) Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima perlawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada pengadilan tinggi yang wilayah hukumnya meliputi tempat pengadilan negeri yang bersangkutan.

(4) Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak menerima perlawanan, dapat menguatkan atau menolak perlawanan tersebut dengan surat penetapan.

(5) Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, dengan surat penetapan pengadilan tinggi memerintahkan pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut.

(6) Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri yang bersangkutan.

(7) Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) disampaikan kepada penuntut umum.

Pasal 141

(1) Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.

(2) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili :
a. antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
b. antara dua pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan; atau
c. antara dua pengadilan tinggi atau lebih.