Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penyitaan.
Category Archives: Bagian Keempat Penyitaan
Pasal 75
(1) Penyitaan harus mendapat izin Hakim Pemeriksa Pendahuluan berdasarkan permohonan melalui penuntut umum.
(2) Penyidik wajib menunjukkan surat perintah penyitaan dan surat izin penyitaan dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan.
(3) Dalam keadaan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa surat izin dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan.
(4) Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaporkan kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan melalui penuntut umum dalam jangka waktu paling lama 1(satu) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penyitaan, untuk mendapat persetujuan Hakim Pemeriksa Pendahuluan.
(5) Dalam hal Hakim Pemeriksa Pendahuluan menolak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), barang yang disita harus segera dikembalikan kepada pemilik atau pihak yang menguasai semula.
(6) Penyitaan harus disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(7) Dalam hal pemilik atau pihak yang menguasai benda yang disita tidak berada di tempat, penyitaan harus disaksikan oleh kepala desa/lurah atau nama lainnya atau ketua rukun tetangga dengan 2 (dua) orang saksi.
(8) Penyidik harus membuat Berita Acara Penyitaan yang ditandatangani oleh penyidik, saksi, pemilik atau pihak yang menguasai benda yang disita.
(9) Dalam hal pemilik atau pihak yang menguasai benda yang disita tidak berada di tempat, Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditandatangani oleh penyidik, saksi, dan kepala desa atau dengan nama lainnya atau ketua lingkungan.
(10) Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari tehitung sejak penyitaan, penyidik memberikan turunan (salinan) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada pemilik atau pihak yang menguasai benda dan kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan.
Pasal 76
(1) Benda yang dapat disita adalah :
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda yang tercipta dari suatu tindak pidana; dan/atau
f. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 77
(1) Penyidik berwenang menyita paket, surat, atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan melalui kantor pos, perusahaan telekomunikasi, atau perusahaan pengangkutan, sepanjang paket, surat, atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal darinya.
(2) Penyidik harus memberi tanda terima penyitaan paket, surat, atau benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada tersangka atau pejabat kantor pos, perusahaan telekomunikasi, atau perusahaan pengangkutan yang bersangkutan.
Pasal 78
(1) Penyidik berwenang memerintahkan orang yang menguasai benda yang dapat disita untuk menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan.
(2) Penyidik harus membuat Berita Acara Penyerahan benda sitaan yang ditandatangani oleh penyidik, saksi, atau pihak yang menguasai benda yang disita.
(3) Penyidik harus memberi tanda terima dan tembusan Berita Acara penyerahan benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada orang yang menyerahkan benda tersebut.
(4) Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik, jika surat atau tulisan tersebut berkaitan dengan tindak pidana.
Pasal 79
Penyitaan surat atau tulisan lain dari pejabat atau seseorang yang mempunyai kewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan pejabat atau seseorang tersebut atau atas izin khusus Hakim Pemeriksa Pendahuluan setempat, kecuali undang-undang menentukan lain.
Pasal 80
(1) Pejabat yang berwenang melakukan penyitaan wajib bertanggung jawab atas benda sitaan.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan atau menyerahkan benda sitaan kepada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang daerah hukumnya meliputi tempat benda sitaan tersebut.
(3) Dalam hal benda sitaan disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, Kepala Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara wajib bertanggung jawab atas benda sitaan tersebut.
(4) Dalam hal pada suatu daerah belum terdapat Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, benda sitaan disimpan di kantor pejabat yang melakukan penyitaan.
(5) Benda sitaan dilarang untuk dipergunakan oleh siapa pun dan untuk tujuan apapun, kecuali untuk kepentingan pemeriksaan perkara.
Pasal 81
(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau terdakwa atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut :
a. apabila perkara masih berada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat diamankan, dimusnahkan, atau dijual lelang oleh penyidik atau penuntut umum atas izin Hakim Pemeriksa Pendahuluan, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
b. apabila perkara sudah berada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan, dimusnahkan, atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
(2) Hasil pelelangan benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa uang menjadi barang bukti.
(3) Untuk kepentingan pembuktian, benda sitaan terlebih dahulu didokumentasikan dan sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas izin Hakim Pemeriksa Pendahuluan.
(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkandan tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan.
Pasal 82
(1) Benda yang disita dikembalikan kepada orang yang berhak apabila :
a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda tersebut tercipta dari tindak pidana atau benda berbahaya yang tidak dapat dikuasai oleh umum.
(2) Apabila perkara sudah diputus maka benda yang disita dikembalikan kepada orang yang berhak, kecuali jika menurut putusan hakim benda tersebut dirampas untuk negara atau dimusnahkan atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.