(1) Setelah berkas permohonan peninjauan kembali diterima, Ketua Mahkamah Agung atau hakim agung yang ditunjuk memeriksa permohonan tersebut dan menetapkan permohonan peninjauan kembali telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260 ayat (3).
(2) Dalam memeriksa permohonan peninjauan kembali, Mahkamah Agung memutus dalam sidang pleno yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung.
(3) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;
b. apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali dan melimpahkan perkara kepada pengadilan negeri yang memutus perkara dan pengadilan negeri tersebut menjatuhkan putusan berupa:
1) putusan bebas;
2) putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3) putusan yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima; atau
4) putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
(4) Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan yang dimintakan peninjauan kembali.
(5) Apabila terpidana telah menjalani putusan yang diajukan peninjauan kembali dan ternyata putusan peninjauan kembali membebaskan, melepaskan dari segala tuntutan hukum, putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum atau putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan, maka pemohon peninjauan kembali atau ahli warisnya wajib diberikan ganti kerugian dan rehabilitasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian ganti kerugian dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.