Category Archives: BAB IX HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN

Pasal 111

(1) Hakim Pemeriksa Pendahuluan berwenang menetapkan atau memutuskan :
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, atau penyadapan;
b. pembatalan atau penangguhan penahanan;
c. bahwa keterangan yang dibuat oleh tersangka atau terdakwa dengan melanggar hak untuk tidak memberatkan diri sendiri;
d. alat bukti atau pernyataan yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat dijadikan alat bukti
e. ganti kerugian dan/atau rehabilitasi untuk seseorang yang ditangkap atau ditahan secara tidak sah atau ganti kerugian untuk setiap hak milik yang disita secara tidak sah;
f. tersangka atau terdakwa berhak untuk atau diharuskan untuk didampingi oleh pengacara;
g. bahwa penyidikan atau penuntutan telah dilakukan untuk tujuan yang tidak sah;
h. penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak berdasarkan asas oportunitas;
i. layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan.
j. pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama tahap penyidikan.

(2) Permohonan mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh tersangka atau penasihat hukumnya atau oleh penuntut umum, kecuali ketentuan pada ayat (1) huruf i hanya dapat diajukan oleh penuntut umum.

(3) Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat memutuskan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas inisiatifnya sendiri, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i.

Pasal 112

(1) Hakim Pemeriksa Pendahuluan memberikan keputusan dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2).

(2) Hakim Pemeriksa Pendahuluan memberikan keputusan atas permohonan berdasarkan hasil penelitian salinan dari surat perintah penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penyadapan, atau catatan lainnya yang relevan.

(3) Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat mendengar keterangan dari tersangka atau penasihat hukumnya, penyidik, atau penuntut umum.

(4) Apabila diperlukan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat meminta keterangan dibawah sumpah dari saksi yang relevan dan alat bukti surat yang relevan.

(5) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) tidak menunda proses penyidikan.

Pasal 113

(1) Putusan dan penetapan Hakim Pemeriksa Pendahuluan harus memuat dengan jelas dasar hukum dan alasannya.

(2) Dalam hal Hakim Pemeriksa Pendahuluan menetapkan atau memutuskan penahanan tidak sah, penyidik atau penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus mengeluarkan tersangka dari tahanan.

(3) Dalam hal Hakim Pemeriksa Pendahuluan menetapkan atau memutuskan penyitaan tidak sah, dalam waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah ditetapkan atau diputuskan, benda yang disita harus dikembalikan kepada yang paling berhak kecuali terhadap benda yang terlarang.

(4) Dalam hal Hakim Pemeriksa Pendahuluan menetapkan atau memutuskan bahwa penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan tidak sah, penyidik atau penuntut umum harus segera melanjutkan penyidikan atau penuntutan.

(5) Dalam hal Hakim Pemeriksa Pendahuluan menetapkan atau memutuskan bahwa penahanan tidak sah, Hakim Pemeriksa Pendahuluan menetapkan jumlah pemberian ganti kerugian dan/atau rehabilitasi.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah pemberian ganti kerugian dan/atau rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 114

(1) Hakim Pemeriksa Pendahuluan melakukan pemeriksaan atas permohonan ganti kerugian atau rehabilitasi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah menerima permohonan, harus mulai menyidangkan permohonan;
b. sebelum memeriksa dan memutus, wajib mendengar pemohon, penyidik, atau penuntut umum;
c. dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menyidangkan, harus sudah memberikan putusan.

(2) Dalam hal perkara sudah diperiksa oleh pengadilan negeri, permohonan ganti kerugian atau rehabilitasi tidak dapat diajukan kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan.

Pasal 115

Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Pemeriksa Pendahuluan, seorang hakim harus memenuhi syarat :
a. memiliki kapabilitas dan integritas moral yang tinggi;
b. bertugas sebagai hakim di pengadilan negeri sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
c. berusia serendah-rendahnya 35 (tiga puluh lima) tahun dan setinggi- tingginya 57 (lima puluh tujuh) tahun; dan
d. berpangkat serendah-rendahnya golongan III/c.

Pasal 117

(1) Hakim Pemeriksa Pendahuluan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya, karena:
a. telah habis masa jabatannya;
b. atas permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani secara terus menerus;
d. tidak cakap dalam menjalankan tugasnya; atau
e. meninggal dunia.

(2) Penilaian mengenai ketidakcakapan Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh Tim Pengawas sebagaimana mekanisme pengawasan di pengadilan tinggi.

Pasal 118

Hakim Pemeriksa Pendahuluan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya karena:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
d. melanggar sumpah jabatan; atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dilarang dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 119

(1) Selama menjabat sebagai Hakim Pemeriksa Pendahuluan, hakim pengadilan negeri dibebaskan dari tugas mengadili semua jenis perkara dan tugas lain yang berhubungan dengan tugas pengadilan negeri.

(2) Setelah selesai masa jabatannya, Hakim Pemeriksa Pendahuluan dikembalikan tugasnya ke pengadilan negeri semula, selama belum mencapai batas usia pensiun.