Author Archives: ruu

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menentukan tersangkanya.

2. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu, atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

3. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk menentukan suatu perkara tindak pidana dapat dilakukan penuntutan atau tidak, membuat surat dakwaan, dan melimpahkan perkara pidana ke pengadilan yang berwenang dengan permintaaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

4. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan atau penetapan hakim.

5. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

6. Hakim adalah pejabat pengadilan atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini atau undang-undang lain untuk melakukan tugas kekuasaan kehakiman.

7. Hakim Pemeriksa Pendahuluan adalah pejabat yang diberi wewenang menilai jalannya penyidikan dan penuntutan, dan wewenang lain yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.

8. Putusan Pengadilan adalah putusan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka untuk umum yang berupa pemidanaan atau pembebasan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

9. Upaya Hukum adalah usaha untuk melawan penetapan hakim atau putusan pengadilan berupa perlawanan, banding, kasasi, kasasi demi kepentingan hukum, dan peninjauan kembali.

10. Penasihat Hukum adalah advokat atau orang lain yang memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang.

11. Tersangka adalah seseorang yang karena bukti permulaan yang cukup diduga keras melakukan tindak pidana.

12. Terdakwa adalah seseorang yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.

13. Terpidana adalah seseorang yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

14. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian nama baik, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

15. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih penguasaan dan/atau penyimpanan benda bergerak atau tidak bergerak dan benda berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

16. Penggeledahan Rumah adalah tindakan penyidik untuk melaksanakan pemeriksaan, penyitaan, atau penangkapan dengan memasuki rumah tempat tinggal, tempat tertutup, atau tempat yang lain.

17. Penggeledahan Badan adalah tindakan penyidik untuk melakukan pemeriksaan badan atau tubuh seseorang termasuk rongga badan untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badan, tubuh, atau rongga badan, atau yang dibawanya serta.

18. Penggeledahan Pakaian adalah tindakan penyidik untuk melakukan pemeriksaan pakaian, baik pakaian yang sedang dipakai maupun pakaian yang dilepas, untuk mencari benda yang diduga keras berkaitan dengan tindak pidana.

19. Tertangkap Tangan adalah tertangkap sedang melakukan, atau segera sesudah melakukan tindak pidana atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan tindak pidana, atau apabila padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana.

20. Penangkapan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa berdasarkan bukti permulaan yang cukup guna kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

21. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh pejabat yang berwenang melakukan penahanan berdasarkan undang-undang ini.

22. Ganti Kerugian adalah hak seseorang untuk mendapatkan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diputus tanpa alasan yang sah berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

23. Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan hak-haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang sah berdasarkan undang- undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

24. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana yang diberikan hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang.

25. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menuntut menurut hukum terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.

26. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang dilihat sendiri, dialami sendiri, atau didengar sendiri.

27. Ahli adalah seseorang yang mempunyai keahlian di bidang tertentu yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

28. Satu hari adalah 24 (dua puluh empat) jam.

29. Satu bulan adalah 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 3

(1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan.

(2) Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga terhadap tindak pidana yang diatur dalam undang-undang di luar Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, kecuali undang-undang tersebut menentukan lain.

Pasal 5

(1)  Setiap   Korban   harus   diberikan   penjelasan   mengenai   hak   yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan pada semua tingkat peradilan.

(2)  Dalam keadaan tertentu, penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada keluarga atau ahli warisnya.

Pasal 6

Penyidik adalah:

a. pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan; dan

c. pejabat suatu lembaga yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan.

Pasal 7

(1)  Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a mempunyai tugas dan wewenang:

 a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa surat atau tanda pengenal diri yang bersangkutan;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan penyadapan;

e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. memanggil orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau diminta keterangan sebagai saksi;

g. mendengarkan keterangan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. melakukan penghentian penyidikan;

i. melakukan pengamatan secara diam-diam terhadap suatu tindak pidana; dan

j. melakukan tindakan lain sesuai dengan ketentuan peraturan

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dan huruf c karena kewajibannya mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berkoordinasi dengan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dan huruf c dalam melaksanakan upaya paksa dapat meminta bantuan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi dan permintaan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.